Laporkan LHKPN Tidak Sesuai Aturan, KPK Minta Pejabat Daerah Dijatuhi Sanksi

Laporkan LHKPN Tidak Sesuai Aturan, KPK Minta Pejabat Daerah Dijatuhi Sanksi

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.(Foto: Dok Humas KPK)--

JABARDISWAY.ID- Komisi Pemberantasan Korupsi meminta kepala daerah untuk menindak tegas para pejabatnya yang tidak tertib menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Dalam peraturan yang tengah dibuat, KPK akan memberikan sanksi kepada atasan yang membiarkan pejabat tidak tertib menyampaikan LHKPN.

Pekan lalu, KPK menemukan 19 mobil dinas Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, digunakan oleh keluarga mantan pejabat dan pegawai negeri sipil yang telah pensiun. Tak hanya itu, Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli beserta sembilan kepala dinas dan tiga asisten daerah belum melaporkan LHKPN (Kompas, 20/6/2023).

Terkait dengan pejabat Sorong Selatan yang belum melaporkan LHKPN, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan meminta agar kepala daerah lebih tegas kepada pejabatnya yang tidak menyampaikan LHKPN. Sebab, LHKPN menjadi titik awal transparansi ke publik.

BACA JUGA:Bank Indonesia Bantah Kabar Pemerintah Resmi Redenominasi Rupiah

”Kalau dia bertahun-tahun tidak melaporkan LHKPN, kasih sanksi. Kalau dia tidak ngasih, tahun ini KPK menyelesaikan peraturan KPK yang baru tentang LHKPN. Atasannya kita kasih sanksi karena tidak mengenakan sanksi ke bawahannya walaupun sanksi administrasi, antara lain pencopotan dari jabatan, pemberhentian segala macam tunjangan,” kata Pahala di Jakarta, Selasa (23/5/2023).

Terkait LHKPN, KPK mengklarifikasi harta kekayaan pejabat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Jakarta Utara nonaktif, Selvy Mandagi, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa. Selvy diklarifikasi terkait dengan pendapatan dan asal-usul hartanya.

Dari pantauan Kompas, Selvy tiba pukul 09.03 WIB dan keluar pukul 12.27. Ia mengenakan kemeja putih, jaket merah, dan rok hitam sambil menjinjing tas punggung coklat.

BACA JUGA:Warga Jawa Barat Dan DKI Jakarta Terbelit Utang Pinjol

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, Selvy diklarifikasi terkait dengan pendapatan dan asal-usul hartanya. ”Yang bersangkutan menerangkan dengan baik. Sumber penerimaannya, selain dari gaji, juga dapat tunjangan dari suami,” kata Pahala.

Seusai diklarifikasi KPK, Selvy enggan menjelaskan kepada wartawan terkait materi pemeriksaannya. Ia hanya minta agar bisa melewati kerumunan wartawan dan mengaku pusing.

Seperti dikutip dari Kompas.com, Selvy telah dinonaktifkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari jabatannya setelah disorot publik usai pamer harta kekayaan. Salah satu yang mendapatkan sorotan di media sosial yakni Selvy menginap di hotel hingga Rp 27 juta hanya dalam waktu dua malam.

BACA JUGA:Percepat Angka Penurunan: Kepala BKKBN Ajak Keluarga Cegah Stunting Melalui Refocusing Keuangan Rumah Tangga

”Diberhentikan oleh Kepala Suku Dinas (Kasudin Perumahan). Lupa saya (waktu) tanggalnya (dinonaktifkan),” ujar Inspektorat DKI Jakarta Syaefulloh, Rabu (3/5/2023).

Berdasarkan LHKPN Selvy pada 2021, ia diketahui menjabat sebagai Kepala Seksi Kawasan Permukiman dan total harta kekayaannya Rp 6,47 miliar. Hartanya terdiri dari tanah dan bangunan di Karawang (Jawa Barat), Jakarta Utara, dan Minahasa (Sulawesi Utara). Selain itu, ia memiliki dua kendaraan yang terdiri dari satu mobil dan satu sepeda motor, harta bergerak lainnya, kas dan setara kas, serta harta lainnya.

Sementara itu, terkait dengan klarifikasi LHKPN Wali Kota Pangkal Pinang Maulan Aklil pada pekan lalu, Pahala mengungkapkan, selain sebagai Wali Kota, Maulan juga mempunyai perkebunan kelapa sawit, indekos, dan ruko.

BACA JUGA:Mobil Unit Penerangan BKKBN Wujudkan Kehadiran Negara di Masyarakat

”Di samping itu punya 19 bidang tanah perkebunan. Sekali lagi, tidak ada yang salah kepemilikan aset. Yang kita cari adalah sumber dari mana,” kata Pahala.

Selanjutnya, KPK akan mengirimkan tim ke Pangkal Pinang untuk mendalami asal-usul kepemilikan aset Maulan. KPK juga akan memvalidasi informasi yang diperoleh dengan data transaksi keuangan di perbankan.

Berdasarkan data LHKPN Maulan pada 2021, ia menyampaikan total hartanya Rp 11,38 miliar. Sebagian besar hartanya berupa tanah dan bangunan.

BACA JUGA:Akhirnya, WNA Taiwan Pengidap Down Syndrome Diasuh Siti Aisah di Karawang Dideportasi

Tata kelola pemda

Senin (22/5/2023), KPK bersama dengan Kementerian Dalam Negeri serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengevaluasi tata kelola pemerintahan daerah di wilayah Provinsi Papua Barat Daya. Hasil pantauan KPK, capaian provinsi ini masih rendah.

Masyarakat Papua Barat Daya menyambut kedatangan Penjabat Gubernur Papua Barat Daya Muhammad Musaad di Kota Sorong, Jumat (16/11/2022).

DOKUMENTASI DINAS KOMINFO KOTA SORONG

Masyarakat Papua Barat Daya menyambut kedatangan Penjabat Gubernur Papua Barat Daya Muhammad Musaad di Kota Sorong, Jumat (16/11/2022).

BACA JUGA:Pengusaha Wajib Potong Pajak Natura Per 1 Juli 2023

”Publik menilai masih adanya praktik benturan kepentingan, jual-beli jabatan, trading influence, dan pengaturan dalam pengadaan barang dan jasa dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan daerah,” kata Kepala Satuan Tugas Koordinasi Supervisi KPK Dian Patria melalui keterangan tertulis.

Dian menyebutkan, nilai Monitoring Centre for Prevention (MCP) Provinsi Papua Barat Daya terkait tata kelola pemerintahan daerah pada area strategis di enam kabupaten/kota baru mencapai 28 persen. Nilai tersebut jauh di bawah rata-rata nasional yang sudah mencapai 76 persen. Selain itu, integritas penyelenggaraan pemerintahan di provinsi ini masih dalam status rentan korupsi.

Menurut Dian, kehadiran KPK di Provinsi Papua Barat Daya sebagai mitra pemda untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik agar dapat memitigasi adanya korupsi. Upaya ini untuk mendorong kemandirian fiskal, mengoptimalkan fungsi aparatur, memperbaiki layanan publik, serta mengefisienkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kemakmuran rakyat.

BACA JUGA:Pengembangan BRT Bandung Raya Didanai Bank Dunia, Ada Akses Menuju Stasiun Kereta Cepat

Dalam catatan KPK, temuan potensi korupsi di Papua Barat Daya meliputi persoalan penguasaan barang milik daerah (BMD), termasuk oleh mantan pejabat dan mantan aparatur sipil negara yang berpotensi merugikan keuangan daerah. Sejumlah modus penguasaan BMD antara lain membawa pergi ketika sudah pensiun, rusak berat, hilang, pindah tangan, atau melalui pihak lain. Selain itu, ditemukan upaya melegalkan penguasaan kendaraan dinas melalui nota yang dikeluarkan oleh pejabat daerah.

”Persoalan yang selalu menjadi penyakit di daerah selanjutnya adalah pengadaan barang dan jasa (PBJ), di mana ditemukan adanya indikasi adanya mark up, proyek fiktif, kickback, suap, pengaturan tender, benturan kepentingan, dan gratifikasi. Akibatnya, ditemukan banyak proyek mangkrak dan kualitas proyek yang tidak sesuai spesifikasinya,” kata Dian.

Selain itu, ada persoalan manajemen ASN yang belum profesional, di antaranya ditemukan pergantian pejabat atau rotasi/mutasi pegawai tanpa melalui prosedur yang benar. Ada juga tingkat kedisiplinan pegawai masih rendah dengan tingkat kehadiran yang minim. Terkait kepatuhan, data KPK juga menunjukkan sebagian besar pejabat eksekutif dan legislatif yang ada di wilayah kabupaten/kota di Papua Barat Daya belum melaporkan LHKPN.

BACA JUGA:Jadi Temuan BPK : Dinkes Jabar Sudah Kembalikan Kelebihan bayar Gaji dan Tunjangan Pegawai

Keluhan terkait masih maraknya praktik penebangan liar di daerah, sulitnya proses perizinan sektor perikanan khususnya untuk nelayan kecil, kualitas jalan yang buruk, tidak dibayarkannya pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) oleh penambang, serta rendahnya kontribusi kekayaan sumber daya alam bagi penerimaan di daerah. Padahal, sumber daya alam menjadi modal penting untuk mendorong pembangunan daerah di tengah rendahnya kapasitas fiskal daerah.

Dalam pandangan KPK, semestinya kehadiran Papua Barat Daya membawa misi yang sangat penting, yaitu untuk mendorong pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. Tingkat kemiskinan yang masih di atas 10 persen, angka putus sekolah tinggi, dan lapangan kerja yang terbatas menjadi persoalan yang harus bisa diselesaikan dengan adanya daerah otonom baru (DOB).***

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: