Debat Publik Pilbup Bekasi di Jalarta Buang-buang Anggaran, Usut Tuntas Dana Hibah KPU!

Kamis 07-11-2024,20:57 WIB
Reporter : Risky Pangestu
Editor : Bangsuy

Karena itu, terang Burani, penayangan Debat Publik merupakan momen yang tepat bagi masyarakat untuk melihat calon-calon pemimpinnya, sekaligus memahami bagaimana visi-misi mereka dan strategi membangun Kabupaten Bekasi. 

Seperti diketahui sebelumnya, kasus korupsi dana hibah pilkada marak terjadi. Negara berpotensi merugi hingga miliaran rupiah dan integritas pilkada tercoreng. 

Pemantauan ICW terhadap kasus korupsi yang berkaitan dengan pemilu menunjukan bahwa pada tahun 2023 terdapat 17 kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum. Dari kasus-kasus tersebut sebanyak 11 kasus berkaitan dengan korupsi dana hibah pilkada, dengan kerugian keuangan negara mencapai Rp 38,2 miliar.

 

Pengawasan ketat terhadap anggaran pilkada mutlak untuk dilakukan lantaran pilkada serentak 2024 akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Tak kurang sekitar Rp 41 Triliun anggaran publik akan digelontorkan untuk memilih pemimpin baru di 541 daerah di seluruh Indonesia. 

Jumlah tersebut naik hampir dua kali lipat dari biaya pilkada sebelumnya yang menghabiskan biaya sebesar Rp20,4 Triliun pada tahun 2020, Rp15,15 Triliun pada tahun 2018, dan Rp5,9 Triliun pada tahun 2017.

Dana hibah Pilkada sendiri dialokasikan melalui APBD masing-masing daerah. Sesuai ketentuan Pasal 166 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, dinyatakan bahwa pendanaan kegiatan pilkada dibebankan kepada APBD dan dapat didukung oleh APBN. Pendanaan yang berasal dari APBD dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan alokasi pendanaan pilkada masing daerah berasal dari tahun anggaran 2023 sebesar 40% dan tahun anggaran 2024 sebesar 60%.

Dana hibah tersebut akan diberikan kepada KPU dan Bawaslu provinsi untuk pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, serta kepada KPU dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota. 

Praktik korupsi dalam pemilu akan menggerus kualitas penyelenggaraan pemilu itu sendiri. Praktik lancung itu berpotensi menghilangkan kepercayaan publik terhadap pejabat yang dihasilkan melalui kontestasi tersebut. Tak kalah penting, praktik korupsi pada masa pemilu dapat menjadi awal dari mata rantai korupsi. Oleh karena itu, penting untuk mendorong komitmen dan integritas seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pilkada termasuk pemerintah daerah, KPU dan Bawaslu di daerah.

 

Selain itu, peran pengawasan dan dorongan transparansi anggaran Pilkada perlu dilakukan oleh aparat penegak hukum, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dan publik luas. (Iky)

Kategori :