6M Resep Membangun Sekolah dan Media Massa
Ilustrasi-ISTIMEWA-
Sekolah atau madrasah mempunyai website, twitter, tiktok, youtube, Instagram atau laman resmi di facebook adalah bagian dari cara sekolah atau madrasah berkomunikasi dengan pelanggannya, baik siswa maupun masyarakatnya. Tetapi ingat, sekolah harus mengenal cara kerja wartawan. Wartawan pada awalnya adalah pekerjaan kaki, baru kemudian pekerjaan otak.
BACA JUGA: Peran Teknologi dalam Mewujudkan Pendidikan Modern yang Inklusif dan Efektif
Kita hadir di lapangan dan memanfaatkan momen di lapangan, di mana kita harus berhadapan dengan fakta, ketika fakta itu belum tersentuh oleh campur tangan kita, apapun jua. Jujur terhadap fakta, itulah sebenarnya moralitas jurnalistik....” (GP sindhunata, “belajar jurnalistik dari humanisme harian kompas: harga sebuah visi”, PT gramedia pustaka utama, 2019)
Hidup menjadi cerita. Memang tidak semua cerita (kehidupan) itu baik, tetapi tetap selalu ada cerita yang bermanfaat bagi kehidupan. Cerita yang diperbarui dan memperbarui kehidupan manusia (Paus Fransiskus pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-54, Mei 2020).
Bahasa jurnalistik, tidak menggunakan model bahasa ilmiah dan tidak menggunakan bahasa tutur atau percakapan yang mementingkan lawan bicara paham. Pesan tersampaikan. Berita bisa dipahami pembaca. Sesuai kaidah berbahasa. Tak bikin pusing. Bahasa sebagai senjata penulis atau wartawan. Dengan keterampilan berbahasa wartawan, karya jurnalistik dinikmati oleh pembaca karena memikat, memberi pemahaman (bukan malah menimbulkan kebingungan), hingga menghibur.
BACA JUGA: Krisis Regenerasi di Sektor Pertanian Indonesia
Tantangan sekolah atau madrasah bukan hanya persoalan persaingan antar sekolah, tapi juga membangun kerjasama dan kebersamaan. Dalam dunia pendidikan, sesunggunya semua sekolah adalah mitra. Tapi dalam kompetisi antar sekolah, kita saling berlomba-lomba berebut hati masyarakat dan umat. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: