Polusi Udara Jabodetabek Buruk 'Disumbang' Kawasan Industri Jababeka, Ini Warning Keras Menteri LH
Menteri LH Hanif saat kunjungi kawasan terbesar di Asia Tenggara yakni Jababeka soroti persoalan polusi udara hingga sampah--
KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID - Kawasan industri Jababeka, dengan luas hampir 4.500 hektare, telah menjadi simbol kemajuan ekonomi di Indonesia.
Namun di balik geliat industri itu, tersembunyi beban lingkungan yang kian berat. Polusi udara, limbah industri, dan gunungan sampah kini menjadi ancaman nyata bagi jutaan warga di Jabodetabek.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan pentingnya tindakan nyata dalam menanggulangi pencemaran udara dan pengelolaan sampah di kawasan Jabodetabek. Ia menyoroti peran vital kawasan industri dan sektor komersial dalam menciptakan dampak lingkungan.
Hal itu disampaikannya saat meninjau Kawasan Industri Jababeka di Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi pada Senin 30 Juni 2025.
Hanif menyebut Jababeka sebagai kawasan industri terbesar di Indonesia, bahkan Asia Tenggara, dengan luas mencapai 4.500 hektare.
“Di kawasan sebesar ini, tentu ada dampak besar terhadap lingkungan. Karena itu saya meminta pihak Jababeka melakukan tiga hal utama yakni memantau ketat kualitas udara dari proses produksi, mengawasi limbah industri secara menyeluruh, dan menangani sampah kawasan industri secara total,” tegas Hanif.
Ia menyebut kualitas udara di wilayah Jabodetabek masih tergolong buruk. “ISPU kita terus menunjukkan angka tidak sehat. Ini berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat, terutama meningkatnya kasus ISPA,” jelasnya.
Hanif memaparkan, saat ini terdapat sekitar 6.800 cerobong industri tercatat di 33 kawasan industri di Jabodetabek. “Jumlah itu bisa mencapai 8.000 jika kita hitung yang belum terdata. Ini tantangan besar dalam pengendalian emisi,” ujarnya.
Dari hasil evaluasi tahun 2024, kawasan Jababeka memperoleh peringkat Proper Hijau, menandakan kinerja lingkungan yang melampaui standar kepatuhan. Namun, dari sekitar 700 tenant di Jababeka, baru separuh yang masuk sistem pelaporan elektronik.
“Kami minta seluruh tenant segera masuk sistem agar bisa diawasi oleh Kementerian dan Dinas Lingkungan Hidup,” katanya.
Selain pencemaran udara, Menteri Hanif juga menyinggung percepatan pengoperasian fasilitas Refuse-Derived Fuel (RDF) di Rorotan, Jakarta Utara.
“Saya sudah minta Gubernur agar RDF Rorotan bisa beroperasi paling lambat bulan Juli ini,” tegasnya.
Fasilitas itu dirancang untuk mengolah hingga 2.500 ton sampah per hari dan diharapkan dapat mengurangi beban TPST Bantar Gebang yang kini menampung hampir 9.000 ton per hari.
Khusus di Jakarta Utara, sampah dari hotel, restoran, dan kafe mencapai sekitar 1.300 ton per hari, di mana 700 ton di antaranya merupakan sampah organik.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: