5 Fakta Menarik Tradisi Malam Midodareni dalam pernikahan Adat Jawa Tengah

5 Fakta Menarik Tradisi Malam Midodareni dalam pernikahan Adat Jawa Tengah

Kembar Mayang-Kembar Mayang-

KARAWANGBEKASI.DISWAY.ID-  Indonesia kaya dengan adat dan budaya, termasuk dalam upacara pernikahan. Contohnya, di Pulau Jawa, terdapat tradisi midodareni yang menjadi salah satu tahapan menuju pernikahan di Jawa Tengah. Midodareni adalah rangkaian upacara adat Jawa sebelum melangsungkan pernikahan.

Banyak orang menganggap midodareni sebagai malam 'pangarip-arip', yakni malam terakhir masa lajang bagi kedua mempelai. Berikut ini adalah serba-serbi dan susunan upacara adat midodareni, seperti yang dilaporkan oleh Center of Excellence.

Serba-serbi Midodareni

Dalam perjalanan menuju pernikahan, setiap tradisi adat memiliki proses yang berbeda. Pada upacara pernikahan Jawa, midodareni merupakan malam sakral menuju puncak pernikahan. Pada malam midodareni, calon pengantin pria datang untuk mengantarkan hantaran atau serah-serahan kepada calon pengantin wanita.

Dalam prosesi acara ini, kedua keluarga besar dari pasangan calon pengantin berkenalan secara lebih intim. Namun, pada saat ini, pengantin pria tidak diizinkan untuk melihat calon pengantin wanita. Bagi calon pengantin wanita, ia harus 'bersembunyi' atau dipingit di dalam kamar hingga hari pernikahan tiba.

Susunan Acara Midodareni

Tidak hanya sekadar malam terakhir masa lajang, pasangan pengantin dalam pernikahan adat Jawa harus menjalani serangkaian upacara yang sakral. Dalam satu malam, ada beberapa upacara penting yang mereka lalui. Berikut adalah susunan acara midodareni yang meliputi

1.  Jonggolan/Seserahan

 

Acara pertama dalam prosesi midodareni adalah Jonggolan atau lebih dikenal sebagai malam 'seserahan'. Dalam acara ini, calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita untuk bertemu dengan orang tuanya.

Tujuan utama dari malam ini adalah untuk menunjukkan bahwa calon pengantin pria dalam keadaan sehat dan hatinya sudah mantap untuk menikahi putri mereka. Calon pengantin pria datang bersama dengan perwakilan keluarga besar, sambil membawa berbagai seserahan dalam bentuk bingkisan. Seserahan tersebut berisi barang-barang keperluan sehari-hari, seperti:

·         Peralatan mandi

·         Pakaian

·         Tas

·         Alat makeup atau kosmetik

·         Buah-buahan

·         Jajanan atau makanan tradisional

Dalam tradisi Jawa, seserahan harus diberikan dalam jumlah ganjil. Seserahan tersebut kemudian diserahkan oleh wakil dari keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan untuk disimpan di dalam kamar pengantin. Pada saat ini, calon pengantin pria tidak diperbolehkan bertemu dengan calon pengantin wanita, yang sedang 'dipingit' dan berdiam diri di dalam kamar.

2. Tantingan

 

Langkah berikutnya dalam midodareni adalah malam Tantingan, yang merupakan kelanjutan dari prosesi sebelumnya. Setelah calon pengantin pria datang untuk meminta restu, saatnya bagi pihak perempuan untuk menerima atau menolak 'kemantapan' dari hati calon pengantin pria.

Pada malam midodareni, calon pengantin wanita tidak diperbolehkan meninggalkan ruangan selama masa pingitan. Karena itu, kedua orang tua akan mendatanginya dan menanyakan kembali kepastian hatinya untuk menikah dengan menerima lamaran calon suaminya.

Setelah itu, calon pengantin wanita akan ikhlas dengan keputusannya dan menyerahkan sepenuhnya kepada orang tua.

3. Kembar Mayang

Pada malam midodareni, terdapa ritual yang disebut Kembar Mayang. Kembar Mayang adalah sepasang hiasan dekoratif simbolik dengan tinggi hampir satu badan manusia. Dalam upacara pernikahan adat Jawa, hiasan ini dibawa oleh pria atau wanita dan mendampingi sepasang cengkir gading yang dibawa oleh sepasang gadis.

Menurut studi Humanistika, Kembar Mayang diyakini sebagai milik para dewa yang dipinjamkan kepada calon pengantin perempuan sebagai sarana untuk memulai kehidupan berumah tangga. Dalam kepercayaan Jawa, Kembar Mayang hanya dipinjam dari dewa dan akan dikembalikan ke bumi atau dilabuhkan kembali ke air setelah selesai digunakan.

Ada dua jenis Kembar Mayang yang diberikan, yaitu Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru memiliki makna wahyu pengayoman, yang dimaksudkan agar pengantin pria dapat memberikan pengayoman lahir batin kepada keluarganya. Sedangkan Kalpandaru, berasal dari kata kalpa yang artinya langgeng dan daru yang berarti wahyu, dimaksudkan untuk memberikan wahyu kelanggengan agar kehidupan rumah tangga dapat abadi selamanya.

4. Catur Wedha

Prosesi selanjutnya dalam midodareni adalah penyerahan Catur Wedha. Ini merupakan nasihat atau wejangan yang disampaikan oleh ayah dari calon pengantin perempuan kepada calon pengantin laki-laki. Menurut laporan Majalah Kelasa, Catur Wedha berisi empat pedoman hidup yang diharapkan menjadi bekal bagi kedua calon pengantin dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Pedoman ini menegaskan bahwa pria harus mampu memimpin dan menuntun keluarganya, termasuk istri dan anak-anaknya. Nama "Catur Wedha" sendiri berasal dari kata "Catur" yang berarti empat dan "Wedha" yang berarti pedoman hidup. Wejangan ini memiliki makna bahwa dalam menjalani pernikahan, ada pedoman yang perlu diikuti untuk menjaga keharmonisan rumah tangga selamanya.

5. Wilujengan Majemukan

Setelah proses Catur Wedha, malam Midodareni ditutup dengan Wilujeng Majemukan. Dalam serba-serbi ini, terjadi silaturahmi antara dua keluarga calon pengantin untuk sepakat merelakan anak mereka membangun rumah tangga bersama. Pada prosesi ini, keluarga calon pengantin perempuan menyerahkan asul-asul dari seserahan yang dibawa.

Asul-asul ini mencakup berbagai barang seperti pakaian dan perlengkapan lainnya yang termasuk dalam seserahan. Selain itu, keluarga juga menyerahkan sebuah pusaka atau keris, yang melambangkan harapan bahwa mempelai pria akan menjadi pelindung bagi keluarganya kelak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: