Cium Titipan Jalur Domisili SMAN 3 Cikarang Utara, Dekat Sekolah, Tapi Gagal Masuk
Jalur Domisili SPMB SMAN 3 Cikarang Utara terendus banyak titipan --
“Kami berjuang untuk anak-anak kami yang tidak diterima. Janji pemerintah dulu itu domisili, nyatanya sekarang zonasi. Ini cuma 400 meter dari sekolah, Pak. Masuk di akal apa tidak?” kata Lena kepada Cikarang Ekspres.
Menurutnya, banyak anak di lingkungan Perumahan BCL yang justru tidak lolos SPMB. Sementara itu, siswa dari wilayah yang lebih jauh seperti dari SGC (Sentra Grosir Cikarang) justru diterima.
“Logikanya di mana, Pak? Ini tanah kami, desa kami. Sekolah itu berdiri di lingkungan kami, bahkan di dekat rumah Pak Wakil Bupati. Tapi tidak ada rasa empati. Kami ibu-ibu datang membawa hati yang menjerit,” tegasnya.
Lena menyebut ada sekitar 200 lebih anak di sekitar sekolah yang tidak diterima, padahal mereka tinggal dalam radius sangat dekat. Ia menduga ada permainan titipan dalam proses seleksi.
“Kalau sekarang ada yang keterima tapi jauh, pasti ada permainan. Saku kanan, saku kiri. Titipan guru, titipan orang dalam. Logika saja, Pak. 400 meter tidak diterima?” ucapnya.
Ia juga menyoroti kepala sekolah saat ini yang dinilainya tidak bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
“Dulu kepala sekolah kalau pindah ke sini pasti silaturahmi ke kelurahan. Tapi kepala sekolah sekarang sombong, tidak pernah datang ke kelurahan, tidak anggap aparat desa,” kata Lena.
Pihak orang tua menyampaikan bahwa mereka akan terus melakukan aksi hingga ada keputusan tertulis atas nasib anak-anak mereka.
“Aksi ini akan terus kami lakukan sampai ada keputusan di atas materai bahwa anak-anak kami bisa diterima. Kami tidak anarkis, kami hanya ingin keadilan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Lena meminta Gubernur Jawa Barat, Deddy Mulyadi, turun langsung meninjau persoalan SPMB ini. “Pak Deddy, tolonglah. Datanglah ke sini. Kalau perlu, angkut kepala sekolahnya. Kasih paham, Pak. Biar tahu kondisi di lapangan seperti apa,” keluhnya.
Senada dengan Lena, Niken (46) orang tua murid, menyuarakan kekecewaannya lantaran anaknya juga tidak lolos seleksi masuk ke SMAN 3 Cikarang Utara, meskipun rumahnya hanya berjarak ratusan meter dari sekolah.
“Saya cuma ibu rumah tangga, suami saya buruh. Rumah kami di belakang perumahan, gandeng tembok. Tapi anak saya tidak diterima. Katanya sistem zonasi, titik koordinat sudah dicek, tetap juga tidak masuk,” keluh Niken.
Ia menilai kebijakan zonasi justru menyulitkan, apalagi proses pendaftaran sudah melalui verifikasi titik koordinat, dokumen asli, dan pemeriksaan berkas lainnya.
“Dari pagi sampai sore selama tiga hari kami bolak-balik ke sekolah. Semuanya dicek. KK, KTP, akta, raport anak. Tapi ujung-ujungnya tidak diterima. Nangis dari pagi, Pak,” tuturnya.
Niken juga khawatir jika anaknya harus bersekolah di lokasi yang lebih jauh. Sebab, sekolah alternatif yang ditawarkan justru berada di seberang jalan raya besar dan rel kereta api.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: